Disforia Gender di Malaysia: Hubungan Pengaruh Agama, Naluri dan Budaya
Keywords:
Kecelaruan Gender, Naluri, Budaya, Pondan, Penkid, Gender Dysphoria, Instinct, Culture, TransvestiteAbstract
Disforia gender atau kecelaruan gender adalah suatu gejala berkaitan kekaburan tentang ciri-ciri jantina. Gejala ini bukan sahaja di Barat, tetapi telah menular di Malaysia. Bagi rakyat Malaysia yang berpegang kepada prinsip kesopanan dan kesusilaan, gejala ini tidak seharusnya berlaku. Kewujudan golongan ini tidak diraikan, dipandang songsang, terpencil dan dibiarkan tanpa sokongan dalam mengharungi cabaran. Sebahagian mereka kesal di hujung usia, tetapi tidak kembali ke pangkal jalan. Oleh itu, kajian kuantitatif ini bertujuan menyingkapi sejauh mana faktor naluri dan budaya dan agama mempengaruhi kecelaruan gender dalam masyarakat Melayu Islam. Seramai 120 orang responden telah menjawab borang soal selidik yang diedarkan kepada 84 orang pondan dan 36 orang pengkid. Jenis persampelan adalah persampelan bertujuan dan menggunakan perisian SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 17.0 untuk menganalisis data statistik deskriptif dan juga statistik inferensi. Statistik deskriptif digunakan untuk mencari kekerapan, min dan peratusan manakala statistik inferensi menggunakan Ujian Kolerasi Spearman untuk mencari hubungan antara faktor agama, naluri dan budaya dengan kecelaruan gender. Hasil kajian mendapati bahawa faktor agama, naluri dan juga budaya mempunyai hubungan kuat dengan masalah kecelaruan gender. Bahkan ketiga-tiga faktor tersebut memainkan peranan penting dalam perkembangan dan pembentukan gender. Kepentingan kajian ini secara jelas menzahirkan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat memberi sumbangan untuk menyelesaikan isu ini secara dekat dan praktikal. Masyarakat dan negara harus memikul tanggungjawab mendekati, mengenali dan memulih kelompok ini dalam usaha mengekalkan kesucian agama dan keluhuran prinsip rukun negara.
Kata kunci: Kecelaruan gender; Naluri; Budaya; Pondan; Pengkid
Gender dysfunction or gender confusion is a reel in relation to ambiguity about gender characteristics. These symptoms are not only in the West but are spreading in Malaysia. For Malaysians who adhere to the principles of decency and morality, this is unappropriate. The existence of this group is unhonored, viewed as inverted, isolated and left without support in facing challenges. Some of them are upset at the end of their life, but do not turn over a new leaf. Therefore, this quantitative study aims to summarize the extent to which instinctive and cultural and religious factors influence gender inequality in the Malay community. A total of 120 respondents answered the questionnaire distributed to 84 people and 36 people. The sampling type is intended sampling and uses SPSS (Statistical Package for Social Sciences) software version 17.0 to analyze descriptive statistical data as well as inference statistics. Descriptive statistics are used to find the frequency, mean and percentage while inference statistics use the Spearman Correlation Test to find links between religious, instinctive and cultural factors with gender disparity. The results show that religious, instinctive and cultural factors have a strong connection to the problem of gender disorder. These three factors also play an important role in the development and formation of gender. The importance of this study clearly demonstrates how these factors can contribute to solving this issue closely and practically. Society and nation should bear the responsibility of approaching, recognizing and preserving this group in an effort to maintain religious purity and the supremacy of the country's principles.
Keywords: Gender dysphoria; Instinct; Culture; Transvestite; Penkid